Puisi: "Kisah Elegi Mega Petang"
Courpvray Prancis
Getir mencekam menahanmu disini
Dalam embusan mega petang
Bahkan yang ronanya tak mampu kau jelaskan
Jadilah engkau insan sederhana
Berkecimpung dengan hiruk pikuk dunia
Hingga ajal netramu disambut perangkat kuda
Ubah bineka warna jadi gulita
Lantas apa yang kau tunggu, Braille?
Apakah embusan ayat sakit,
Yang linangnya hendak sama dengan hilir air?
Ataukah gelap yang asamu pinta tuk jadi terang?
Sambutlah ia, Charles Barbier
Malaikat Tuhanmu
Yang hendak ubah kelammu jadi berilmu
Berpola titik dan garis bersama kisah elegi malam
Tak bilanya pola rumit tercanang
Tentara nan perang pakai tuk bersatu terjang
Mengungkap satu kata,
Dengan berjuta titik garis tertera
Tangguh asa kau perbarui polanya
Ungkap angan jutaan tunanetra
Hingga robek tabir penghalangnnya
Tak khayal rajut jutaan mimpi manusia
Sampailah 41 tahun capai masa sukmamu terenggut
Iringan tangis berbaur doa
Pergilah, biar Tuhan kembalikan terangmu
Terang, yang selalu kau perjuangkan
Getir mencekam menahanmu disini
Dalam embusan mega petang
Bahkan yang ronanya tak mampu kau jelaskan
Jadilah engkau insan sederhana
Berkecimpung dengan hiruk pikuk dunia
Hingga ajal netramu disambut perangkat kuda
Ubah bineka warna jadi gulita
Lantas apa yang kau tunggu, Braille?
Apakah embusan ayat sakit,
Yang linangnya hendak sama dengan hilir air?
Ataukah gelap yang asamu pinta tuk jadi terang?
Sambutlah ia, Charles Barbier
Malaikat Tuhanmu
Yang hendak ubah kelammu jadi berilmu
Berpola titik dan garis bersama kisah elegi malam
Tak bilanya pola rumit tercanang
Tentara nan perang pakai tuk bersatu terjang
Mengungkap satu kata,
Dengan berjuta titik garis tertera
Tangguh asa kau perbarui polanya
Ungkap angan jutaan tunanetra
Hingga robek tabir penghalangnnya
Tak khayal rajut jutaan mimpi manusia
Sampailah 41 tahun capai masa sukmamu terenggut
Iringan tangis berbaur doa
Pergilah, biar Tuhan kembalikan terangmu
Terang, yang selalu kau perjuangkan
Bojonegoro, 30 September 2015
*Tugas SMA: mengonversi teks cerita sejarah "Huruf Braille" menjadi puisi
Penulis: Mona Widya Anggraini
Komentar
Posting Komentar