Catatan Harian: "Bagaimana Fisika Menceritakan Kita"


Sukses merecall semua kebodohan zaman SMP-SMA.

Masih (sedikit) sama. Terlalu berfokus pada kesenangan, hingga melupakan peluang. Andai saja dulu, aku yang sekarang bisa datang dan memberi tahu. Sudah 9 tahun ternyata. Lama, ya, untuk sekadar menyadari bahwa semua ini hanyalah nasib, bukan bagian dari takdir.


2010. Berbekal uang 10 ribu dari pembimbing, "Kalian balik ke SMP naik angkot, ya!".

Angkot warna merah, bangku pertama. Dan seseorang berpura-pura menjadi kernetnya, siapa lagi coba? Oh, sebelum itu, ada bakso di ujung pasar yang katamu sambalnya kurang pedas. Atau, tahu bakso di Arrahmat yang jadi konsumsi OSK Fisika?

Sejauh itu perjalanan. Sekarang kamu sudah lulus, ya? Happy graduation, selamat untuk 'S.Adm.'-nya! Maaf telat. Tahu tidak? Sekarang bakso di ujung pasar sudah menjadi kedai kopi. Dulu masih jus, mengikuti pasar, katanya.

Hei, sekarang, aku nyasar di Statistika.
"I Love Fisika", ditulis dengan tipe ex putih di balik dasi biru dongker ala anak SMP. Terlihat dekil, namun bodohnya, aku ikuti saja. Kuberi tahu, sekarang aku sudah lupa, bahkan dengan materi sesederhana Hukum Newton I & II.

Sedih. Allah tak mengizinkan semua orang dan peristiwa tinggal sampai pada masa yang kita inginkan. Rindu SMP. Katanya horror, tapi berhasil membuatku bahagia hanya dengan mengizinkan rantai sepedaku copot, sore-sore pukul tiga, dan aku tak bisa membenarkannya.

Terima kasih, Sigma. Julukan yang kurancang dengan baik bersama Scoopy, bertahun-tahun lalu. Adalah hal yang menyenangkan, melihat sepeda hijauku dan biru dongkermu, tersisa sendirian di parkiran pasca bimbingan. Semua ini seperti ramalan masa depan:

Ternyata, bukan sigma kapasitor seri/paralel yang Allah kehendaki untukku, melainkan sigma nilai ekspektasi X pada data baru.

Masa sudah jauh bergerak dan aku masih terdiam di sini. Jadi, sudahlah, mari kita akhiri dengan baik dan terus melanjutkan hidup. Tidak ada yang baik dari luka yang tak dibiarkan sembuh, kan?

Komentar